Forgive n Forget
Memaafkan dan melupakan adalah saran yang indah, namun tidak realistis. Lupa adalah suatu fungsi memori yang terjadi secara alamiah, bukan karena kesengajaan, maka mustahil melupakan sesuatu hal yang masih kita ingat. Bayangkan jika kita diminta melupakan sepotong roti yang akan kita makan pada saat sarapan, akibatnya kita justru akan semakin ingat tentang roti tersebut.
Konflik atau permasalahan yang terjadi biasanya akan menyebabkan penderitaan pada semua pihak yang terlibat, terlepas siapa yang benar dan yang salah. Karena itu paradigma meminta dan memberi maaf bukan lagi perkara benar atau salah, tetapi untuk mengakhiri ketidaknyamanan kepada semua pihak.
Satu hal yang harus dihindari adalah unsur paksaan atau keharusan, walaupun hukum tentang meminta dan memberi maaf itu sudah ditanamkan oleh keluarga, budaya, dan agama, keharusan untuk meminta dan meminta maaf bisa menghambat tercapainya ungkapan maaf yang tulus dari dasar hati.
Seringkali perasaan untuk tidak ingin meminta maaf timbul karena kita menganggap diri kita tidak bersalah, dengan paradigma bahwa meminta maaf bukan karena pihak yang salah, tetapi karena ingin mengakhiri penderitaan yang dirasakan kedua belah pihak, maka meminta maaf yang tulus lebih mudah terjadi
Yang dapat kita lakukan ialah tidak mengungkit ungkit masa lampau untuk hidup dengan utuh dan sadar pada saat sekarang (here n now), mungkin saran yang paling tepat adalah forgive n live fully now
“Tidak ada hal yang tak termaafkan, kecuali batasan – batasan yang kita buat sendiri. Jangan paksakan diri untuk memaafkan kalau memang belum bisa”.